Oleh: Elita Rahmi
Keberlangsungan pembangunan di Indonesia sangat ditentukan oleh partisipasi perempuan dalam memaksimalkan eksistensi dirinya sebagai khalifah di muka bumi ini, sebagaimana hadits nabi yang menyebutkan bahwa perempuan adalah tiangnya Negara (Al-mar’atu imadul bilad). Jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya. Hadits ini sangat dalam maknanya bagi manusia pada umumnya dan perempuan sebagai individu yang multi talenta.
Salah satu cara untuk melatih agar perempuan itu dapat baik adalah dengan memiliki berbagai skill dan pengetahuan yang lengkap dan bervariasi, terhadap berbagai macam fenomena dan pengalaman dalam hidup dan kehidupan, bergaul dengan berbagai macam masyarakat, golongan, suku dan bangsa.
Organisasi sebagai wadah berhimpunnya manusia dengan tujuan tertentu, yang menghimpum berbagai sumber daya manusia, adalah sarana yang potensial agar perempuan dapat menggali berbagai pengetahuan dan ketrampilan, baik itu ketrampilan mengemukakan pendapat, melatih emosional, melatih kesabaran dan melatih jiwa kesosialan bersama, serta skill dirinya sebagai istri dari suami yang dicintainya, yang menuntut kecantikan luar dalam, sehingga perempuan perlu bergabung dalam berbagai organisasi yang dapat menempa dirinya agar lebih mumpuni dalam berbagai aspek.
Organisasi keterlibatan perempuan yang memiliki perencanaan, mengorganisassian serta pengawasan yang baik akan dapat memberian kontribusi positif terhadap bangsa dan Negara, karena Negara sangat membutuhkan kebijakan yang bepihak kepada perempuan agar keadilan subtantif di negeri ini dapat terwujud.
Hadirnya UU Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the eliminationof All Forms of Discrimination Against Women) merupakan instrument hukum untuk mewujudkan partisipasi perempuan dalam meweujudkan keadilan gender. Bahkan Profesor Rosabeth Kanter seorang professor bidang bisnis Universitas Harvard Amerika Serikat menyebutkan pentingnya keterwakilan perempuan dalam sebuah organisasi.
Di Indonesia keterwakilan perempuan merupakan affirmative action, kebijakan khusus Negara,karena tanpa kebijakan khusus dapat dipastikan keterwakilan perempuan sulit terjadi.
Hal tersebut sangat dirasakan di Indonesia, sekalipun telah tumbuh organisasi yang melibatkan banyak perempuan, namun dirasa belum maksimal bisa memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan, perempuan miskin, karena keterbelakangan tingkat pendidikan, perkawinan usiadiri dan tinggnya angka kematian ibu, menunjukkan bahwa persoaln perempuan dalam banyak organisasi belum signifikan dengan tujuan dan fungsi organisasi sebagai upaya pemaksimalan potensi sumber daya manusia.
Di sisi lain, padahal sesugguhnya Perempuan dan Organisasi adalah kata kunci bagi kualitas keluarga, lingkungan dan bahkan negara, karena dengan pengalaman di organisasi perempuan memiliki daya juang yang tinggi untuk terus meningkatkan kompetensi dirinya dalam banyak hal.
Sejarah mencatat bahwa perempuan yang aktif dan berkontribusi pada organisasi akan dapat meningkatkan paradikma eksistensi perempuan sebagai agen pembangunan
Berbagai organisasi perempuan telah tumbuh dan berkembang sedemikian rupa, namun persoalan-persoalan perempuan juga terus mengalami peningkatan diri, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, perempuan kesulitan dalam mengembangi posisinya sebagai istri, ibu dari anak-anak, istri dari suami, pekerjaan multi dimensi tersebut menjadikan banyak perempuan yang hanya asyiik pada skala internal sumur, Kasur dan dapur, yang pada akhirnya menyebabkan perempuan stress dan bahkan nyaris hidup pada situasi yang sangat monoton.
Organisasi menjadi wadah untuk meningkatkan peran dan fungsi keterlibatan perempuan dalam kontruksi eksistensi perempuan dalam organisasi, hal ini disebabkan karena masih tingginya sebaran budaya patriakhi dalam kehidupan masyarakat kita, disamping belum seriusnya pemerintah dan Negara Dalam memaksimalkan potensi perempuan sebagai bonus demokrafi, diantaranya anggapan perempuan memiliki keterbatasan skill dan kemauan yang tinggi dalam banyak hal, cenderung mengalah, malas mengemukakan pendapat, dan kurang terlatih dalam pengambilan keputusan serta yang paling dominan adalah keterbatasan persoalan ekonomi, sehingga kurang percaya diri dalam banyak hal,akibat kehidupannya terlalu monoton pada lingkungan yang sangat terbatas.
Organisasi sebagai pilar demokrasi sekaligus wadah berhimpunnya berbagai potensi Sumber Daya manusia, harus dapat dijadikan peningkatan skill perempuan dalam persoalan intern keluarga maupun extern keluarga. Dalam skill keluarga perempuan harus dapat menjadikan moment keluarga menjadi moment kenangan tak terlupakan melalui, makan keluarga, berkumpul keluarga, komunikasi keluarga bahkan perempuan juga harus dapat membagi tugas-tugas dalam kegiatan keluarga sebagai suatu tugas bersama. Mengajak suami dan anak-anak untuk berbagi dan bertoleransi, serta menjadikan keluarga sebagai organisasi induk yang dapat menjadikan rasa aman dan tentram. Dalam persoalan extern perempuan juga harus urung rempuk pada persoalan lingkungan rumah, lingkungan kerja dan bahkan lingkungan negara dan pemerintah, karena pengetahuan-pengetahuan dan ketrampilan yang didapat dalam unit-unit organisasi pada akhirnya harus kita wujudkan pada pembangunan Negara Indonesia.
Belum terwujudnya kuato perempuan 30 keterwakian perempuan di legislating ( dari 575 anggota dewan Perwakilan (DPR) periode 2019-2024 hanya sekitar 20,53 %-118 yang tercapai), walaupun terjadi peningkatan dari 97-17,3 %.
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilihan Umum, UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU Nomor 10Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR menunjukkan bahwa bonus demokrafi perempuan masih menyisakan banyak persoalan di Indonesia.
Histori keterlibatan perempuan dalam berbagai organisai telah tercatat jelas dalam sejarah Islam dan sejarah Indonesia .sebagai suatu Negara merdeka, sehingga Kontribusi perempuan dalam organisasi memiliki arti srategis bagi pembangunan Indonesia, fakta menunjukkan bahwa perempuan yang dapat menduduki posisi penting, baik di eksekutif, legislative maupun yudikatif, berasal dari pengalamannya memimpin dan berkontrbusi pada berbagai organisasi mulai dari organisasi sosial, budaya, organisasi buruh, remaja, mahasiswa formal maupun informal, dengan berbagai strata pendidikan, budaya, suku, ekonomi, agama, semuanya menjadi suatu kekayaan bagian organisasi dalam menghimpun semua potensi yang dimiliki anggota.
Mantan Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti. Perempuan yang awalnya di cerca karena tingkat pendidikanya yang terbatas, dengan fakta dan realita membuktikan bahwa dirinya tidak kalah dengan yang lain, hal menunjukkan bahwa masyarakat menuntut perempuan Indonesia untuk dapat keluar dari tekanan internal (persembujian) dirinya untuk terus meningkatkan partisipasinya melalui berbagai organisasi, selanjutnya mengisi pembangunan di Indonesia. Perjuangan perempuan belum selesai dan belum apa apa. Kontribusi perempuan dalam organisasi adalah langkah awal kita untuk memaknai eksistensi diri perempuan sebagai khalifah, bahwa perempuan Indonesia ada dan berguna untuk menolong sesamanya.
*Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Discussion about this post