Lamanesia.com — Program Studi (Prodi) S1 Ilmu Politik Universitas Jambi (UNJA) kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat peran akademik di tengah arus perubahan zaman. Setelah sukses meraih Akreditasi Unggul, prodi ini kini melangkah lebih jauh dengan menggelar Workshop Penyusunan Visi, Misi, dan Tujuan Kurikulum Baru 2026–2030, yang digelar sebagai bagian dari strategi besar menuju pembelajaran politik yang adaptif terhadap era digital dan transformasi sosial di Indonesia.
Langkah ini bukan sekadar tindak lanjut administratif pasca akreditasi, tetapi juga menjadi refleksi akademik untuk menegaskan arah baru pendidikan politik di UNJA agar tetap kontekstual dan berdampak nyata bagi masyarakat. Workshop tersebut menghadirkan pendekatan kolaboratif, melibatkan dosen, mahasiswa, praktisi pemerintahan, lembaga penyelenggara pemilu, organisasi masyarakat sipil, media, hingga perwakilan partai politik.
Salah satu narasumber utama, Prof. Dr. Caroline Paskarina, Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Program Studi Ilmu Politik Indonesia (APSIPOL) sekaligus Kepala Departemen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), menekankan pentingnya penerapan Outcome-Based Education (OBE) dalam perancangan kurikulum baru.
“Mahasiswa Ilmu Politik tidak boleh berhenti di ranah teoritis. Mereka harus menjadi analis, fasilitator, dan problem solver bagi dinamika sosial-politik di sekitarnya,” tegas Prof. Caroline dalam paparannya.
Sementara itu, Rio Yusri Maulana, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNJA, menilai bahwa kurikulum baru perlu menjadi jembatan antara ruang kuliah dan realitas sosial.
“Tantangan demokrasi digital, disinformasi, dan polarisasi sosial menuntut kurikulum yang dinamis. Kita tidak sedang mengulang masa lalu, tetapi merancang masa depan yang lebih responsif terhadap perubahan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hatta Abdi Muhammad, Koordinator Program Studi Ilmu Politik UNJA, menegaskan bahwa pencapaian Akreditasi Unggul justru menjadi titik awal tanggung jawab akademik yang lebih besar.
“Kami berkomitmen menjadikan Ilmu Politik UNJA sebagai pusat pembelajaran yang unggul, bukan hanya di atas kertas, tetapi juga relevan dan bermanfaat bagi masyarakat Jambi dan bangsa,” katanya.
Diskusi dalam workshop berlangsung hangat dan produktif. Para peserta menyumbangkan pandangan kritis tentang arah baru pendidikan politik, mencakup isu keberlanjutan, partisipasi publik, hingga kolaborasi lintas sektor.
Salah satu pandangan menarik datang dari Syamsu, perwakilan Lembaga Adat Melayu Provinsi Jambi. Ia menyoroti pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam pengajaran politik.
“Sejak lama masyarakat Melayu memiliki tata nilai politik yang luhur — mengedepankan musyawarah, mufakat, dan etika kepemimpinan. Nilai-nilai ini perlu dihidupkan kembali dalam pembelajaran politik modern,” ujarnya.
Syamsu juga mengusulkan agar kerja sama antara universitas dan lembaga adat diperluas melalui riset, kuliah lapangan, dan dialog budaya.
“Politik yang berpijak pada nilai-nilai lokal akan melahirkan generasi pemimpin yang beretika dan memiliki kearifan sosial,” tambahnya.
Senada dengan itu, M. Ihsan, perwakilan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jambi, menekankan pentingnya literasi digital di tengah banjir informasi.
“Tantangan terbesar kita bukan lagi kekurangan informasi, tetapi bagaimana menilai kebenaran informasi yang beredar. Mahasiswa harus dibekali kemampuan memverifikasi data dan membedakan mana yang faktual dan mana yang manipulatif,” jelasnya.
Menutup kegiatan, Zakly Hanafi Ahmad, Ketua Tim Pengembang Kurikulum sekaligus moderator workshop, menegaskan bahwa Kurikulum Baru Ilmu Politik UNJA diarahkan untuk melahirkan lulusan yang analitis, adaptif, dan berintegritas.
“Kami ingin kurikulum ini menjadi pijakan konkret bagi lahirnya agen perubahan dan calon pemimpin masa depan yang membawa semangat kemajuan bagi Provinsi Jambi dan Indonesia,” tandasnya.(Rdi)














Discussion about this post