Jambi – Angkutan batu bara yang menggunakan plat luar Jambi, ternyata masih bebas beroperasi hingga hari ini.
Padahal, Pemprov Jambi sebelumnya sudah memberikan waktu hingga akhir Mei kepada pemilik kendaraan tersebut, untuk melakukan mutasi ke plat Jambi.
Namun kenyataannya, hingga pertengahan Juni ini, masih ada ribuan kendaraan yang sama sekali belum memproses mutasi plat kendaraannya ke plat Jambi.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Ismed Wijaya mengatakan, pihaknya bersama berbagai pihak seperti Dirlantas, Jasa Raharja, Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Provinsi Jambi sudah mengadakan pertemuan untuk membahas hal tersebut.
Dari data di lapangan, menurut Ismed ada sekitar 3.600 angkutan batu bara yang menggunakan plat luar daerah, dan beroperasi di Provinsi Jambi. Sebanyak 1.200 unit, sudah dalam proses mutasi yang memang membutuhkan waktu lalu.
Kemudian 1.600 unit sama sekali belum memulai proses mutasi. Selebihnya, sudah bermutasi menjadi plat Jambi atau plat BH.
“Sebanyak 1.200 sedang dalam proses. 1.600 unit lagi yang belum sama sekali. Ini fakta yang kita temui di lapangan,” katanya.
Untuk menindak lanjuti 1.600 unit yang belum memulai proses mutasi, pihaknya bekerja sama dengan Ditlantas Polda Jambi akan melakukan penegasan dengan cara ‘pemaksaan’ di lapangan. Pemaksaan ini menurutnya bukan paksaan secara premanisme.
Namun, pemaksaan yang dilandasi dengan aturan-aturan yang berlaku. “Harus dilakukan pemaksaan, dengan aturan,” katanya. Di lapangan, petugas yang berjaga akan melakukan penegakan hukum.
Setiap ada angkutan batu bara plat luar Jambi beroperasi, maka transportirnya akan dilaporkan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pihak Kementerian ESDM selanjutnya akan memberikan sanksi ke transportir tersebut. “Sanksi dari Kementerian ESDM bisa berbentuk teguran tertulis kepada transportir, bisa juga sampai dengan penbekuan izin transportir,” katanya.
Namun masalahnya, dari ribuan angkutan batu bara plat luar Jambi yang beroperasi itu, tidak seluruhnya tergabung ke dalam transportir. Ada juga milik pribadi yang merupakan masyarakat lokal di wilayah pertambangan tersebut
Mereka menolak bergabung ke transportir, agar tidak terikat membawa hasil tambah di satu tambang saja. Hal ini menurut Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi Ismed Wijaya cukup sulit ditertibkan. Selain itu, yang perlu dihindari juga adalah konflik di tengah masyarakat setempat.
“Ada di 9 tambang yang menggunakan DO lokal, tidak pakai transportir. Di daerah tersebut, transportir resmi tidak bisa masuk. Ini yang selanjutnya menjadi tugas kita untuk diselesaikan,” tandasnya.
Discussion about this post