Lamanesia.com – ada yang tidak mungkin jika dilakukan bersama-sama termasuk pada program peremajaan sawit rakyat (PSR). PSR perlu didorong bersama-sama mengingat dalam program PSR tidak hanya mengganti tanaman kelapa sawit yang sudah tua atau tanaman yang terlanjur menggunakan bibit asalan dengan tanaman baru menggunakan benih bersertifikat.
Hal tersebut menggema dalam Webinar & Live Streaming “Dampak Positif Program PSR, Sarpras & Pengembangan SDM” Seri 2 yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan dengan Topik : Dampak Pendanaan BPDPKS untuk Petani Sawit.
Asisten Deputi Pengembangan dan Pembaruan Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Bagus Rachman menyambut baik dan mendukung atas program PSR yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Kita mendukung dan telah menyiapkan manajerial koperasi untuk mendapatkan dana BPDPKS,” terang Bagus.
Dukungan tersebut, lanjut Bagus, diantaranya berupa regulasi dalam pengembangan koperasi. Contohnya, PP Nomor 7 Tahun 2021 pada bagian kelima tentang kebijakan pengembangan koperasi sektor tertentu. Lalu pada pasal 25 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan bagi Koperasi yang melakukan kegiatan usaha tertentu di sektor: Kelautan dan Perikanan; Perdagangan.; Angkutan Perairan Pelabuhan; Pertanian; Kehutanan. Sehingga dalam hal ini subsektor kelapa sawit masuk pada bagian pertanian.
Lalu pada pasal 34 ayat 5 juga dijelaskan bahwa pengembangan koperasi petani model koperasi dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya . Kemudian di ayat 6 dijelaskan pengembangan bisnis korporasi petani model koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat dimotivasi melalui pola kemitraan dengan badan hukum lain untuk pemberdayaan petani.
KemenkopUKM sendiri menargetkan pertumbuhan koperasi modern setiap tahunnya hal tersebut sesuai dengan PerpresNo. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020 –2024, yakni sebanyak 500 koperasi dari 2021 hingga 2024.
“Koperasi modern itu sendiri yakni koperasi yang telah mengadopsi teknologi, berpotensi kedalam skala industri, memiliki akses terhadap sumber-sumber permodalan dan pasar sehingga menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan manfaat yang besar kepada anggotanya dengan mengedepankan nilai danprinsip koperasi,” papar Bagus.
Bagus pun menguraikan, “ada tujuh kriteria koperasi modern. Pertama, terhubung dengan offtaker. Kedua, adopsi teknologi atau inovasi. Ketiga, akses terhadap sumber pembiayaan. Keempat, skala industri atau kapasitas produksi besar. Kelima, bersinergi antar pihak atau berbasis ekosistem. Keenam, profesionalis metata keloladan manajemen. Ketujuh, berbasis anggota dan nilai tambah yang tinggi.”
Adapun keuntungan dengan melakukan korporatisasi yakni pengelolaan kebun dan pabrik, jaminan rantai pasok dan harga, jaminan pasar, penguatan modal dan kompetensi, serta kemakmuran petani.
Bagus pun mengakui, adapun permasalahan yang menghambat jalannya PSR yakni petani belum memiliki legalitas lahan atau sertifikat lahan sedang digadaikan, kesulitan mendapatakan petani yang memiliki luas lahan dalam satu hamparan, petani sulit memenuhi persyaratan teknis dan verifikasi, lokasi lahan dengan pabrik kelapa sawit (PKS) cukup jauh, petani belum berkelompok dalam satu koperasi.
“Melihat masalah tersebut maka korporatisasi petani adalah jalannya. Melalui korporatisasi petani maka masalah-masalah tersebut bisa di selesaikan bersama-sama,” himbau Bagus.
Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Agus Darwa, menyatakan PSR dilakukan di Sumsel sejak tahun 2018 , sampai saat ini rekomtek yang sudah dikeluarkan 48.800 Ha dan realisasi tanam 30.000 Ha. Dampaknya sangat positif sekali sebab petani kembali bergairah untuk memperbaiki kebunnya.
Kebun kelapa sawit pekebun yang sudah tua dan produktivitas rendah, ditumbang dan diganti dengan tanaman baru yang menggunakan benih unggul. Dengan cara ini maka produktivitas kebun sawit rakyat akan meningkat. Pendapatan petani juga semakin meningkat sehingga pada ujungnya kesejahteraan petani meningkat.
PSR juga disertai inovasi-inovasi baru yang memberi pendapatan ketika tanaman belum menghasilkan. “Contohnya akhir-akhir ini masuk inovasi baru yaitu gula kelapa sawit memanfaatkan nira dari batang kelapa sawit yang ditumbang. Dengan inovasi ini petani juga ibu-ibu petani mendapat penghasilan baru. Di Sumsel gula sawit ini sudah mulai diproduksi,” kata Agus.
Inovasi lainnya adalah penanaman baru membuat ada ruang kosong di kebun sawit yang bisa digunakan untuk tumpang sari dengan tanaman semusim atau sayuran yang sesuai dengan kultur teknis sawit seperti tidak merusak perakaran. Cara ini juga menambah penghasilan petani.
Pelaksanaan PSR juga merubah perilaku petani. Petani peserta PSR di Sumsel banyak petani eks plasma. Banyak yang ikut bukan dari awal penanaman, tetapi mengambil alih kebun dari orang tua atau saudaranya sehingga pengetahuan mereka terbatas. Mereka mendapat pengetahuan budidaya sawit dari orang tua atau teman.
“Dengan menjadi peserta PSR mereka mulai lagi dari nol. Mereka mendapat pengetahuan teknis yang benar mulai dari pembukaan lahan dengan tumbang chipping, bagaimana mengatur jarak tanam, bagaiaman membuat lubang tanam yang benar, bagaimana cara mendapatkan bibit unggul bersertifikat, kultur teknis yang benar, buah pasir, panen yang baik dan lain-lain. Pengetahuan ini merubah perilaku mereka dalam budidaya kelapa sawit,” kata Agus.
Dampak lainnya adalah terjadi pemulihan ekonomi pada daerah yang melakukan PSR. Jadi dampak PSR luar biasa baiknya bagi petani dan daerah bersangkutan dan bagi Provinsi Sumsel.
Discussion about this post