Lamanesia.com – Penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Pertalite, menjadi sorotan publik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa angkat bicara terkait tren tersebut yang disebut-sebut akibat peralihan masyarakat ke BBM nonsubsidi.
Purbaya menegaskan, Kementerian Keuangan tidak akan berspekulasi sebelum menerima data resmi dari PT Pertamina terkait tagihan kompensasi penjualan BBM subsidi. Ia menilai, apabila benar konsumsi BBM nonsubsidi meningkat, maka secara otomatis nilai kompensasi pemerintah kepada Pertamina akan menurun.
“Kita lihat dulu tagihan dari Pertamina seperti apa. Biasanya untuk triwulan sekarang, tagihan akan dikirim ke Kemenkeu akhir tahun atau awal tahun depan. Setelah itu baru kami lakukan asesmen, dan pembayaran dilakukan setelah proses tersebut selesai,” jelas Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (27/10/2025).
Ia memastikan, pemerintah selalu menunaikan kewajibannya tepat waktu setelah seluruh proses verifikasi rampung.
“Kalau Pertamina sudah mengeluarkan biaya, pasti kita bayar. Jangan anggap pemerintah menunggak atau menahan pembayaran,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, mengungkapkan bahwa penjualan Pertalite atau BBM beroktan 90 mengalami penurunan signifikan pada 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
Data ESDM mencatat, rata-rata penjualan harian Pertalite pada 2024 mencapai 81.106 kiloliter (KL), namun turun 5,10 persen menjadi 76.970 KL per hari hingga Juli 2025.
Sebaliknya, penjualan BBM nonsubsidi—seperti RON 92, RON 95, dan RON 98—menunjukkan tren kenaikan. Rata-rata penjualan harian BBM nonsubsidi meningkat dari 19.061 KL per hari pada 2024 menjadi 22.723 KL per hari hingga Juli 2025, atau naik 19,21 persen.
“Tahun 2025 ini terjadi fenomena yang cukup menarik. Sejak Juli hingga Agustus, kami mencatat adanya pergeseran perilaku konsumsi. Masyarakat mulai beralih dari RON 90 (Pertalite) ke RON yang lebih tinggi,” kata Laode dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, awal Oktober lalu.
Tren pergeseran konsumsi ini dinilai sebagai sinyal positif menuju efisiensi energi sekaligus pengurangan beban subsidi pemerintah. Namun, Kementerian Keuangan tetap menegaskan akan menunggu data riil dari Pertamina untuk menentukan besaran kompensasi yang harus dibayarkan. (Den)








Discussion about this post