Lamanesia.com – Potensi pertumbuhan perusahaan di sektor teknologi dan e-commerce di dunia terus berkembang, termasuk di ASEAN.
Saat ini, lima besar perusahaan di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar adalah Apple, Microsoft, Amazon, Alibaba, dan Visa. Dua nama pertama bertahan di posisi lima besar selama sepuluh tahun. Bedanya, jika sepuluh tahun lalu ada Exxon di urutan pertama, namun saat ini perusahaan yang bergerak di sektor energi tersebut hilang dari posisi sepuluh besar.
Lalu, apa artinya? Perusahaan di sektor IT dan e-commerce dalam satu dekade terakhir ini merajai dunia, termasuk di Indonesia yang saat ini terus menunjukan prospektif positif bagi perkembangan industri digital. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya beberapa unicorn di Indonesia seperti Traveloka, Bukalapak, Ovo, JDid, dan JNT.
Bahkan tidak berhenti sampai disitu saja. Saat ini terdapat pula startup di Indonesia, yaitu GoTo, yang valuasi nya telah menjadi Decacorn. Perusahaan dalam kategori ini adalah perusahaan yang telah berhasil memperoleh nilai valuasi ≥USD10 miliar – USD100 miliar, seperti Revolut, Grab, dan SpaceX.
Selain itu, terdapat Centaur, yakni sebuah istilah bagi startup di bawah level Unicorn yang berhasil memperoleh nilai valuasi ≥USD100 juta – USD1 miliar.
Di Indonesia, saat ini sudah banyak perusahaan rintisan yang masuk katagori Centaur, seperti Sociola, Akulaku, Blibli.com, Kredivo, hallodoc, Cekaja, Dana, Warungpintar, IDNmedia, Modalku, Happyfresh, Kopi Kenangan, Link Aja, Ruang Guru, Co Hive, Moka dan masih banyak lagi.
Potensi ini ditangkap Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan memberikan ruang dan peluang bagi para startups di berbagai stages untuk mendapatkan opsi pendanaan melalui Pasar Modal dengan menggandeng publik sebagai bagian dari perusahaan.
Selanjutnya salah satu inisiatif yang digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga visi dan misi perusahaan setelah IPO tetap terjaga, tentunya dengan tetap memperhatikan pelindungan investor publik adalah dengan memberikan peluang penerapan Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) bagi perusahaan-perusahaan yang akan melakukan penawaran umum saham di Indonesia. Hal ini merupakan dobrakan baru di Pasar Modal Indonesia.
Sampai saat ini, OJK dan BEI masih dalam proses diskusi terkait penyusunan RPOJK SHSM. Aturan ini dibuat untuk menjaga pengendalian dari para pendiri perusahaan. Dengan adanya regulasi ini, pemegang satu lembar saham dapat memiliki lebih dari satu hak suara. Sehingga tetap menjadi pengendali, meski persentase kepemilikan nya kecil.
Para pendiri perusahaan diharapkan tetap dapat menjalankan misinya untuk mewujudkan ide maupun visi perusahaan jangka panjang.
Berdasarkan hasil public hearing pada Juni 2021, ada sejumlah poin penting yang diatur dalam RPOJK SHSM ini, mulai dari persyaratan bagi perusahaan yang ingin memiliki SHSM, rasio hak suara, hingga sunset provision (termin pengakhiran SHSM).
Berikut beberapa poin-pon penting dalam RPOJK SHSM:
Pertama, SHSM hanya berlaku untuk perusahaan yang akan melakukan initial public offering (IPO) serta pertumbuhan bisnisnya sangat bergantung pada kontribusi signifikan dari pemegang SHSM. Perusahaan juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain telah beroperasi lebih dari tiga tahun, memenuhi batas tertentu untuk total aset Compound Annual Growth Rate (CAGR) total aset dan CAGR pendapatan.
Kedua, pada setiap pengambilan keputusannya, seluruh pemegang SHSM dianggap memiliki suara yang sama.
Ketiga, adalah tentang rasio voting untuk SHSM. Dalam RPOJK SHSM, rasio voting memiliki rentang 1:10 sampai dengan 1:40. Artinya, 1 (satu) saham SHSM memiliki voting power 10x-40x saham biasa.
Keempat adalah aturan terkait termin pengakhiran SHSM. Dengan kata lain, SHSM ini tidak bisa berlaku selamanya dan akan berakhir pada kondisi tertentu.
Kelima, dalam RPOJK disebutkan, saham pemegang SHSM akan memperoleh lock-up selama dua tahun sejak IPO. Artinya, pihak yang memang mendapatkan SHSM ini tidak bisa mengalihkan kepemilikannya selama dua tahun.
Berbagai ketentuan ini juga dirancang dengan melakukan benchmarking penerapan SHSM di bursa-bursa negara lain, seperti US, Singapura, Jepang, Hong Kong, dan China. Dengan adanya regulasi SHSM ini, BEI juga berencana untuk menyematkan notasi khusus pada saham perusahaan yang memiliki SHSM sebagai bentuk pelindungan investor.
Discussion about this post