Lamanesia.com – Pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat signifikan pada Oktober 2025, hanya tumbuh 0,11 persen secara tahunan (yoy).
Angka tersebut turun dari periode sebelumnya yang masih mencatatkan pertumbuhan positif.
Bank Indonesia (BI) menegaskan pelemahan ini tidak terlepas dari melemahnya permintaan kredit di tengah sikap pelaku usaha yang cenderung menahan ekspansi.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa perlambatan kredit UMKM terjadi sejalan dengan menurunnya pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan.
Kredit perbankan pada Oktober 2025 tumbuh 7,36 persen (yoy), lebih rendah dibanding 7,70 persen (yoy) pada September 2025.
“Kondisi ini memengaruhi pertumbuhan kredit UMKM Oktober 2025 yang turun menjadi sebesar 0,11 persen (yoy),” ujar Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 19 November 2025.
Permintaan Melemah Karena Pelaku Usaha Masih ‘Wait and See’
Perry menjelaskan tiga faktor utama penyebab permintaan kredit belum menguat.
Pertama, pelaku usaha dinilai masih menahan ekspansi karena menunggu kondisi ekonomi yang lebih stabil.
Kedua, banyak korporasi memilih memaksimalkan pembiayaan internal daripada mengambil kredit baru.
Ketiga, suku bunga kredit masih dianggap relatif tinggi untuk sebagian pelaku usaha.
“Permintaan kredit yang belum kuat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi (wait and see), optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi,” jelas Perry.
Sikap tersebut membuat perbankan tidak melihat pertumbuhan signifikan dalam pengajuan kredit baru, termasuk dari segmen UMKM yang biasanya menjadi motor penopang ekonomi domestik.
Bank Masih Selektif Salurkan Kredit
Dari sisi penawaran, perbankan dinilai tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
Perry menyebut bank masih menerapkan standar ketat terutama untuk kredit konsumsi dan UMKM yang memiliki risiko kredit lebih tinggi.
“Lending requirement segmen kredit konsumsi dan UMSM masih meningkat seiring dengan sikap kehati-hatian bank sejalan dengan tingginya risiko kredit pada kedua segmen tersebut,” tambahnya.
Kondisi ini membuat suplai kredit sebenarnya tersedia, namun penyerapan oleh pelaku usaha belum optimal.
Selain itu, Perry menegaskan bahwa posisi likuiditas perbankan sejatinya cukup kuat.
Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat meningkat menjadi 29,47 persen.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mencapai 11,48 persen (yoy), menunjukkan aliran dana masyarakat ke bank masih terjaga.
Undisbursed loan, atau kredit yang belum dicairkan, juga masih besar, mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97 persen dari total plafon kredit.
Proyeksi 2025 Lemah, 2026 Diperkirakan Menguat
Dalam proyeksinya, BI memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2025 berada di batas bawah target.
“BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8 persen hingga 11 persen,” ujarnya.
Meski demikian, Perry optimistis kondisi perbankan dan permintaan kredit akan mulai membaik pada 2026, terutama bila tekanan suku bunga mereda dan aktivitas ekonomi kembali meningkat. (mat)











Discussion about this post