Lamanesia.com – Kaur Keuangan Desa Peonea Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, yang berinisial R, kini resmi ditetapkan sebagai tersangka (TSK) oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resort Morowali Utara.
Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah penyidik Polres Morowali Utara melakukan gelar perkara pada Rabu (13/3/2025), yang menandai perkembangan signifikan dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat desa tersebut.
Dalam keterangannya, Kapolres Morowali Utara AKBP Reza Khomeini, S.I.K., yang diwakili oleh Kasat Reskrim AKP Arsyad Maaling, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa tersangka R telah dijebloskan ke dalam tahanan selama 20 hari, mulai dari tanggal 12 Maret 2025 hingga 31 Maret 2025.
Penahanan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2023 dan 2024, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 648.692.101,00.
“Saudara R ditahan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pengelolaan anggaran desa dan pendapatan desa, yang berakibat pada kerugian negara dalam jumlah yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan besarnya dampak dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh tersangka,” ungkap Kasat Reskrim AKP Arsyad Maaling.
Lebih lanjut, Arsyad menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, tersangka R dikenakan pasal 2 dan atau pasal 3 dan atau pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia No 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurutnya, pasal 2 mengatur tentang setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.
“Sedangkan dalam pasal 3, bagi mereka yang melakukan perbuatan yang merugikan negara dan perekonomian negara, ancaman pidananya adalah penjara 2 tahun hingga 7 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 350 miliar,” tambah AKP Arsyad.
Motif dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh R bermula dari keterlibatannya dalam sebuah investasi yang ternyata merupakan investasi bodong.
Tersangka diduga tergiur oleh janji keuntungan besar dan akhirnya mengalihkan dana milik negara untuk investasi tersebut.
Selain itu, sejumlah uang hasil korupsi digunakan oleh tersangka untuk melunasi kredit yang dimilikinya di Bank Mandiri Poso.
Praktik korupsi ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pengelolaan keuangan desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan alat bukti yang berhasil dikumpulkan, penyidik meyakini bahwa tersangka R merupakan pelaku utama dalam tindak pidana korupsi ini.
Meskipun demikian, pihak kepolisian masih membuka kemungkinan untuk melakukan pendalaman lebih lanjut terkait kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.
“Kami tetap akan melakukan penyelidikan lebih lanjut, dan jika ditemukan bukti baru yang mengarah pada pelaku lain, kami akan bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas AKP Arsyad.
Kasus ini menjadi peringatan keras akan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan keuangan desa, agar dana yang seharusnya digunakan untuk kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya tindak pidana serupa di masa yang akan datang.
Discussion about this post