Oleh: Mocammad Farisi, LL.M
Pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan perekonomian negara-negara di dunia. Negara super power sekelas Amerika Serikat dan negara maju Eropa pun tidak mampu bertahan, pertumbuhan negara-negara G-20 itu pun terkontraksi minus 1 – 10 %. Amerika Serikat -3,5%, Prancis -8,3%, Korea Selatan -1%, Jerman -5%, Meksiko -8,5%, Rusia -3,1% Uni Eropa -6,4%, Italia -8,8%, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri terkontraksi -2,07% pada 2020 (katadata.co.id). Bagaimana dengan perekonomian Jambi? Berdasarkan berita resmi statistik BPS Prov. Jambi ekonomi Provinsi Jambi triwulan IV-2020 terkontrkasi 0,99% (y-on-y) dibandingkan dengan tahun 2019.
Data perekonomian diatas menunjukkan bahwa pembatasan aktifitas social sangat berdampak pada penghasilan masyarakat sehingga daya beli merosot tajam, disatu sisi industri mengurangi produksi, akibatnya banyak karyawan yang kehilangan pekerjaan atau sebagian masih bekerja tapi penghasilan berkurang, angkatan kerja baru kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran dan orang miskin meningkat drastis.
Ditengah merosotnya sumber keuangan negara dan daerah akibat pandemi Covid-19, sebenarnya umat islam mempunyai system dan lembaga yang sangat kokoh yang bisa menopang perekonomian negara saat pandemi, yaitu mengoptimalisasikan peran Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota. Baznas kab/kota adalah suatu lembaga yang mengelola (merencanakan, melaksanakan, pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan) zakat di tingkat daerah.
Salah satu sumber keuangan bagi daerah yang belum terkelola dengan maksinal adalah zakat. Padahal kita mengetahui bahwa zakat hukumnya wajib bagi umat Islam yang mampu. Dengan banyaknya penduduk yang beragama Islam, maka hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana potensial bagi upaya meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social terlebih di masa pandemic Covid-19 ini.
Pengelolaan zakat sudah diatur dengan baik melalui UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No. 14/2014 tentang pengelolaan Zakat, serta Instruksi Presiden RI No. 3/2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Menurut UU No. 23/2011 Zakat diberikan kepada delapan asnaf, dalam QS At-Taubah (9): 60 golongan asnaf yang masuk kategori mustahiq adalah fakir (orang yang tidak memilki harta, miskin (orang yang memilki penghasilan tapi tidak mencukupi), amil, mualaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang terlilit utang), fisabilillah, dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).
Penyalurannya zakat ada dua bentuk, yaitu pendayagunaan produktif dan pendayagunaan konsumtif. Seperti misalnya digunakan sebagai jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, pelayanan pendidikan gratis atau beasiswa bagi pelajar miskin, bantuan korban bencana alam, kebakaran, banjir, dll.
Dengan dasar hukum yang sudah sangat kuat, tinggal bagaimana pemda dapat mengoptimalkan peran BAZNAS dalam mengelola zakat secara profesional dan bertanggungjawab.
Terkait covid-19, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa No. 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infak dan Shadaqah untuk penanggulangan wabah Covid-19. Artinya masyarakat yang terdampak dan sangat mengeluhkan persoalan ekonomi berhak menerima zakat, akibat covid ini banyak keluarga yang tadinya hidup cukup sekarang menjadi kekurangan karena pemutusan hubungan kerja (PHK), jadi masuk kategori miskin.
Jika dikelola dengan baik saya yakin potensi zakat akan melebihi PAD. Zakat yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang amanah, profesional, terintegrasi dan akuntabel dapat menjadi pemicu gerak ekonomi masyarakat. Pada 2015 saya ikut terlibat dalam penyusunan Perda Pengelolaan Zakat di Kab. Batang Hari, berdasarkan studi banding yang dilakukan di beberapa daerah seperti Kota Bandung dan Kota Bukittinggi ternyata hasil pengumpulan Zakat yang dikelola oleh Baznas sangat tinggi dan sangat membantu pemerintah daerah dalam menjalankan program-program pembangunan. Zakat juga bisa digunakan untuk mensupport program-program pemerintah; seperti beasiswa, santunan bagi warga miskin, bantuan permodalan usaha kecil dll yang tentunya bisa mensejahterakan masyarakat.
Potensi dana umat Islam yang terkumpul dari zakat merupakan solusi alternatif jangka menengah dan jangka panjang bagi kemandirian fiskal daerah. Dan juga mengurangi ketergantungan dana tranfer dari pusat yang dapat digunakan untuk pemberdayaan ekonomi umat yang tidak dapat teratasi hanya dengan dana APBD yang berasal dari penerimaa pajak dan retribusi daerah.
Inti kesuksesan Baznas adalah manajemen kelembagaan yang baik didukung pengurus dan pengelola zakat haruslah orang-orang yang benar-benar berintegritas, bermoral, dan paham tetang agama Islam. Laporan pengumpulan dan penyaluran zakat harus diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan ke Baznas diatasnya, bupati, DPRD dan diumumkan di media masa.
Untuk itu dimasa pandemic covid-19 ini saya mengimbau pemda untuk segera mengoptimalkan Baznas dan peran Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada instansi pemda, BUMD, perusahaan swasta serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa dan tempat lainnya. Masyarakat juga dapat berperan aktif membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat dengan membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) didaerah masing-masing.
Pemda harus bergerak cepat, potensi sumber keuangan daerah selain pajak dan retirbusi ini sudah ada di depan mata dan tinggal mengelolanya dengan baik. Saya yakin zakat yang merupakan kewajiban umat Islam bila dikelola dengan lebih produktif dan tepat sasaran merupakan sumber dana potensial bagi kemandirian fiskal daerah demi upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menopang perekonomian umat ditengah pandemi Covid-19.
*Dosen Fakultas Hukum UNJA & Direktur PUSAKADEMIA
Discussion about this post